Kisah Mantan Istri WNA di Pangandaran, 27 Tahun Berjuang Rebut Kembali Tanah yang Kini Dibangun Hotel

Ilustrasi-Sengketa-Tanah-696x392

Kini Rainah bisa bernafas lega. Pasalnya sengketa tanah yang berawal dari persoalan utang piutang suaminya tersebut sudah mempunyai keputusan hukum tetap (inkracht). Hal itu setelah Mahkamah Agung memenangkan Rainah dalam putusan Kasasi atas sengketa tanah tersebut.

Kuasa Hukum Rainah, Didik Puguh Indarto mengatakan, sudah hampir 27 tahun kliennya berharap hak atas tanahnya kembali.

Sejak tahun 1996, lima bidang tanah milik Rainah di Blok Bulak Laut, Desa Pananjung, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Pangandaran (dahulu Kabupaten Ciamis) dijadikan jaminan pelunasan utang suaminya yang berkewarganegaraan WNA asal Kanada.

Padahal Rainah tidak pernah mengetahui suaminya inisial D telah berutang kepada S dengan nilai fantastis pada tahun 1989.

“Dengan alasan utang tersebut telah jatuh tempo dan D tidak bisa membayar utangnya, kemudian S menggugat D dan Rainah untuk membayar utang D. Sebagaimana dimaksud dalam gugatan nomor 40/Pdt.G/1995/PN.Tsm,” ujar Didik kepada harapanrakyat.com, Rabu (27/12/2023).

Saat itu, Pengadilan Negeri Tasikmalaya memenangkan gugatan S dan melaksanakan lelang atas tanah Rainah pada 10 September 1996.

“Ketika Bu Rainah datang ke Pangandaran, kaget mendapati tanah-tanahnya telah dikuasai dan dibangun bangunan hotel oleh orang lain. Bu Rainah merasa dirugikan atas keadaan itu, tetapi serasa tidak berdaya dan tidak tahu harus melakukan apa,” jelas Didik.

Rainah, Mantan Istri WNA di Pangandaran Layangkan Gugatan

Didik menjelaskan, Rainah pun akhirnya mengajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Ciamis sekitar April 2022 dengan nomor 10/Pdt.G/2022/PN.Cms.

Gugatan Rainah ternyata dikabulkan. Kelima Sertifikat Hak Milik No. 945, No. 975, No. 976, No. 994 dan No.1008 yang menjadi bukti kepemilikan Rainah atas tanah sengketa tersebut dinyatakan masih berlaku dan berkekuatan hukum.

“Klien saya, Bu Rainah juga dinyatakan sebagai pemegang hak milik atas kelima Sertifikat Hak Milik tersebut. Di mana saat ini di atas tanah Bu Rainah telah dikuasai dan atau dimanfaatkan orang lain untuk membangun hotel,” jelasnya.

Menurut Didik, dalam putusan nomor 10/Pdt.G/2022/PN.Cms tersebut inisial D, S, Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Tasikmalaya dan inisial B dinyatakan telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum (PMH).

“Tentu saja KPKNL Tasikmalaya tidak terima dan mengajukan banding atas putusan nomor 10/Pdt.G/2022/PN.Cms. Akan tetapi justru di Pengadilan Tinggi Bandung terbukti fakta-fakta hukumnya,” jelasnya.

Salah satunya, lanjut Didik, fakta bahwa pemanggilan yang dilakukan terhadap Rainah dalam gugatan nomor 40/Pdt.G/1995/PN.Tsm ternyata belum dilakukan secara patut dan sah menurut ketentuan Pasal 390 ayat (3) HIR (Herzien Inlandsch Reglement).

Didik menjelaskan, Surat Perjanjian Utang tanggal 3 Agustus 1989 antara D (yang berhutang) dan S (pemberi hutang) dibuat secara pribadi. Ia pun menegaskan surat perjanjian tersebut dibuat di bawah tangan, tanpa melibatkan Rainah.

“Kelima Sertifikat Hak Milik No. 945, No. 975, No. 976, No. 994 dan No. 1008 atas nama Rainah tidak pernah dijadikan sebagai jaminan utang di antara D dan S,” papar Didik.

Putusan Kasasi Mahkamah Agung Menangkan Rainah

Masih tak terima putusan banding di Pengadilan Tinggi Bandung, KPKNL Tasikmalaya akhirnya mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

“Akan tetapi kemudian Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi dari KPKNL Tasikmalaya di mana terdapat fakta-fakta hukum yang penting,” jelas Didik.

Fakta hukum penting tersebut termasuk pokok sengketa yakni sengketa kepemilikan atas objek sengketa berupa 5 (lima) bidang tanah yang kini dibangun sebuah hotel.

“Saat ini objek sengketa tersebut (tanah) digunakan oleh Tuan inisial DMM untuk mendirikan bangunan hotel inisial GM,” katanya.

Menurut Didik, berdasarkan alat bukti yang diajukan di persidangan, terbukti Rainah adalah pemilik tanah yang jadi objek sengketa tersebut. Hal tersebut berdasarkan Sertifikat Hak Milik No. 945, Sertifikat Hak Milik No. 975, Sertifikat Hak Milik No. 976, Sertifikat Hak Milik No. 994 dan Sertifikat Hak Milik No. 1008.

Objek sengketa tersebut awalnya menjadi jaminan pelunasan utang D (mantan suami Raindah) kepada S. Jaminan utang sebagaimana Letter Of Debt Agreement tanggal 3 Agustus 1989.

“Namun, itu bukan menjadi kewajiban Rainah sebagai mantan istri D yang telah bercerai pada 30 Januari 1997. Karena tidak pernah terjadi peralihan hak. Selain itu, bukti kepemilikan (Sertifikat Hak Milik) tersebut masih dikuasai Bu Rainah hingga saat ini,” jelasnya.

Meskipun Rainah dinyatakan sebagai pemilik atas tanah yang saat ini berdiri bangunan hotel, namun Rainah masih membuka pintu dialog dengan pihak Manajemen Hotel.

“Saya sebagai pengacara Bu Rainah masih memberikan peluang, kita masih bisa diajak negosiasi atau perdamaian. Kami hanya minta tanah atas nama Bu Rainah agar dibayar sejumlah uang sesuai taksiran Rp 20 miliar. Kami masih membuka peluang hotel itu kan sangat bernilai. Silahkan beli saja tanah klien saya yang sudah sah pemilik tanah tersebut,” pungkasnya.

Sementara itu, saat dikonfirmasi, manajemen hotel GM di Pangandaran tidak memberikan tanggapan dengan alasan masih libur Natal dan Tahun Baru. (Madlani/R7/HR-Online/Editor-Ndu)

sumber: https://www.harapanrakyat.com/2023/12/kisah-mantan-istri-wna-di-pangandaran-27-tahun-berjuang-rebut-kembali-tanah-yang-kini-dibangun-hotel/

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Open chat
1
Ada yang Bisa Kami Bantu?